Setelah Fatimah r.a mencapai usia dewasa dan tiba pula saatnya untuk
beranjak pindah ke rumah suaminya (menikah), banyak dari sahabat-sahabat
yang berupaya meminangnya. Di antara mereka adalah Abu Bakar dan Umar.
Rasulullah saw menolak semua pinangan mereka. Kepada mereka beliau
mengatakan, “Saya menunggu keputusan wahyu dalam urusannya
(Fatimah).”[Tadzkirah Al-Khawash, hal.306]
Kemudian, Jibril as datang untuk mengabarkan kepada Rasulullah saw,
bahwa Allah telah menikahkan Fatimah dengan Ali bin Ali Thalib. Tak lama
setelah itu, Ali datang menghadap Rasulullah dengan perasaan malu
menyelimuti wajahnya untuk meminang Fatimah. Sang ayah pun menghampiri
putri tercintanya untuk meminta pendapatnya seraya menyatakan, “Wahai
Fatimah, Ali bin Abi Thalib adalah orang yang telah kau kenali
kekerabatan, keutamaan, dan keimanannya. Sesungguhnya aku telah
memohonkan pada Tuhanku agar menjodohkan engkau dengan sebaik-baik
mahkluk-Nya dan seorang pecinta sejati-Nya. Ia telah datang menyampaikan
pinangannya atasmu, bagaimana pendapatmu atas pinangan ini?” Fatimah
diam, lalu Rasulullah pun mengangkat suaranya seraya bertakbir, “Allahu
Akbar! Diamnya adalah tanda kerelaannya.” [Dzkha’irAl-Ukba, hal. 29]
Rasulullah saw kembali menemui Ali as sambil mengangkat tangan sang
menantu seraya berkata, “Bangunlah! ‘Bismillah, bi barakatillah, masya’
Allah la quwwata illa billah, tawakkaltu ‘alallah.”
Kemudian, Nabi saw menuntun Ali dan mendudukkannya di samping Fatimah.
Beliau berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya keduanya adalah makhluk-Mu yang
paling aku cintai, maka cintailah keduanya, berkahilah keturunannya, dan
peliharalah keduanya. Sesungguhnya aku menjaga mereka berdua dan
keturunannya dari setan yang terkutuk.” Rasulullah mencium keduanya
sebagai tanda ungkapan selamat berbahagia. Kepada Ali, beliau berkata,
“Wahai Ali, sebaik-baik istri adalah istrimu.”
Dan kepada Fatimah, beliau menyatakan, “Wahai Fatimah, sebaik-baik suami adalah suamimu.”
Acara pernikahan itu berlangsung dengan kesederhanaan. Saat itu, Ali
tidak memiliki sesuatu yang bisa diberikan sebagai mahar kepada sang
istri selain pedang dan perisainya. Untuk menutupi keperluan mahar itu,
ia bermaksud menjual pedangnya. Tetapi Rasulullah saw mencegahnya,
karena Islam memerlukan pedang itu, dan tidak setuju apabila Ali menjual
perisainya.
Dengan mas kawin hanya 400
dirham, dia memulakan penghidupan dengan wanita yang sangat dimuliakan
Allah di dunia dan di akhirat. Dan ’Ali pun menikahi Fathimah, dengan
menggadaikan baju besinya kepada Ustman bin Affan itulah, dan rumah yang
semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Rosulullah berkeras
agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.
Kemudian Rosulullah bersabda:
Komentar
Posting Komentar